Sabtu, 25 Januari 2014

Debat Umum pada Sidang Dewan HAM PBB Mengenai “Korporat Transnasional dan Hak Asasi Manusia”

Pernyataan Yang Mulia Uskup Agung Silvano M.Tomasi

Pengamat Tetap Takhta Suci di Jenewa untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi Internasional Lainnya 
Pada Sesi ke-23 Dewan Hak Asasi Manusia

Debat Umum – Poin 3

“Korporat Transnasional dan Hak Asasi Manusia”

Jenewa, 31 Mei 2013

Yang Terhormat Ketua Dewan, 

Urgensi panggilan untuk meningkatkan Tanggung Jawab Korporat Sosial dan Lingkungan memasuki babak genting yang baru ketika berita mengenai hancur terpuruknya pabrik garmen di pinggiran kota Dhaka pada tanggal 24 April, menyebar dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Hilangnya lebih dari 1.100 nyawa kaum muda berikut penderitaan tak terkatakan yang dialami kaum kerabat mereka, dan penderitaan serta impian lebih dari ratusan orang yang terkoyak, merupakan pengingat akan tindakan-tindakan korektif yang perlu diambil oleh smua korporat yang ikut serta dalam proses rantai ketersediaan global, yang terus menerus mengandalkan kontribusi para pekerja. Gambaran-gambaran bencana tersebut juga merupakan peringatan akan saling ketergantungan yang dibawa oleh globalisasi dalam aktivitas ekonomi antarbangsa. 

Tersentuh oleh peristiwa tragis di Dhaka, Paus Fransiskus menyatakan kepeduliannya mengenai kondisi-kondisi di mana “rakyat kurang penting dibandingkan dengan hal-hal yang mendatangkan keuntungan bagi mereka yang memiliki kekuatan politik, sosial, dan ekonomi”. Menunjuk pada kasus inti yang seringkali hadir dalam kehidupan pabrik saat ini, beliau berkata bahwa, “tidak membayarkan upah dengan adil, tidak menyediakan pekerjaan, fokus pada pernyataan-pernyataan, hanya mencari keuntungan pribadi, itu semua melawan Allah!”, dan di sisi lain, menggambarkan kondisi-kondisi di mana para pekerja kehilangan nyawa sebagai “buruh yang diperbudak”.

Berbagai tantangan muncul melalui evolusi industrialisasi dan kehadiran proses produksi massalnya selama tiga ratus tahun terakhir. Pemerintah, rakyat sipil, perserikatan-perserikatan, pemangku kepentingan dan korporat-korporat seringkali bekerja sama dan pada waktu yang lain bahu-membahu bekerja mengurangi dampak negatif kenyataan-kenyataan tersebut. Walaupun demikian, masih pada masa kita juga, jumlah nyawa manusia yang hilang atau binasa dengan kejam sebagai hasil kondisi kerja yang tidak aman, tetaplah terlalu banyak.

Pada tahun-tahun belakangan ini, berbagai inisiatif telah diambil oleh berbagai pemabgku kepentingan untuk menghadapi beberapa tantangan yang masih ada dalam model bisnis rantai ketersediaan yang mengenai hampir semua sektor bisnis. Mereka dengan sukses memangkas kebijakan-kebijakan sampai pada taraf tertentu dan lebih penting lagi, praktik-praktik yang perlu untuk diubah. Para pemegang saham ini, baik dari sektor publik maupun swasta, serta dari komunitas penanam modal berbasis iman, layak untuk menerima penghargaan atas pencapaian-pencapaian mereka untuk melindungi martabat manusia, memajukan hak asasi manusia, dan pelestarian lingkungan. 

Baru-baru ini pada tahun 2009, dalam ensiklik “Caritas in Veritate”, Paus Benediktus XVI mengingatkan kita semua bahwa “di antara mereka yang seringkali gagal untuk menghormati hak asaasi para pekerja adalah perusahaan-perusahaan multinasional dan juga produsen lokal.” Oleh karena itu, tetaplah penting bagi semua, untuk mengakui standar buruh sebagai bagian integral dan penting dari tanggung jawab sosial korporat. Kemerdekaan berserikat, penghapusan segala bentuk kerja paksa dan wajib, penghapusan buruh anak dan diskriminasi kepegawaian serta pengupahan haruslah dihormati dan dijalankan dalam segala yurisdiksi. 

Aspek penting lain dari pekerjaan yang harus tetap dilakukan dalam arena ini adalah sebuah konsensus yang lebih lengkap dan bebas mengenai peran dan tanggung jawab korporat dalam masyarakat. Sementara sejumlah besar orang dan para pemimpin korporat telah dengan sukses bergeser melampaui pandangan bahwa maksimalisasi keuntungan merupakan alasan dan tujuan korporat satu-satunya, dukungan dan adopsi kerangka kerja legal yang dapat melayani sebagai pijakan bagi visi yang baru ini, masihlah dalam tahap balita. Pencarian akan konsensus yang akan menyediakan keseimbangan yang diidam-idamkan antara peran dan tanggung jawab pemerintah dan sektor publik, dan pada saat yang sama juga sektor swasta,  untuk membuat kontribusi yang bernilai bagi kesejahteraan umum, terus berlanjut. Kita harus menunjang komitmen kita pada pencarian itu dan mengizinkannya untuk menghasilkan solusi yang cocok dan berbeda namun jelas, bagi beragam situasi, budaya, dan wilayah yang ada di seluruh dunia. 

Dorongan yang dilakukan oleh Dewan HAM PBB pada Juni 2011 melalui “Prinsip-prinsip Arahan dalam Bisnis dan Hak Asasi Manusia: Menerapkan Kerangka Kerja Lindungi, Hormati, dan Tanggulangi PBB” merupakan torehan tanda yang penting. Ini kemudian diikuti pada November 2011 dengan diluncurkannya “Tanggung Jawab Korporat untuk Menghormati Hak Asasi Manusia: Sebuah Panduan Interpretif” oleh Dewan Tinggi bagi Hak Asasi Manusia. Dengan demikian, komitmen akan implementasi menjadi nyata. Platform dasar yang memanggil semua negara untuk melindungi, semua korporat untuk menghormati dan semua pemangku kepentingan untuk menanggulangi berbagai penyalahgunaan yang terjadi pada masa lampau terhadap hak asasi manusia adalah jelas dan disambut baik. 

Proses kolaboratif dan inklusif yang menuju pada adopsi kebijakan-kebijakan yang penting ini bagi PBB merupakan indikasi bahwa semua pemangku kepentingan, yang beberapa di antaranya sempat berada pada sisi yang berlawanan dalam banyak debat terkait isu-isu yang ditujukan pada komitmen-komitmen ini siap, baik untuk merangkul komitmen sosial korporat-korporat dan menciptakan alat sarana dan mekanisme yang memfasilitasi pencapaian tanggung jawab tersebut. Komitmen berkelanjutan oleh para pemangku kepentingan yang berbeda-beda bagi keuletan tersebut yang tak terpisahkan dari promosi hak asasi manusia, merupakan kontribusi penting bagi karya strategis yang saat ini sedang diselesaikan.

Tanggung Jawab Sosial Korporat bukan hanya diperlukan karena baik organisasi internasional dan opini publik terus menuntut bahwa perusahaan swasta mengambil peran yang lebih besar dalam memajukan kesajhteraan di manapun mereka beroperasi, tetapi juga karena hal tersebut merupakan isu keadilan sosial.
Takhta Suci mengambil kesempatan ini, untuk mengingat kembali tanggung jawab korporat transnasional dan perusahaan bisnis lainnya untuk menghormati hak asasi manusia. Regulasi yang tepat dapat berkontribusi bagi kemajuannya, dan rasa hormat terhadap hak asasi manusia serta kesejahteraan umum bagi semua. Setiap bisnis, tanpa memandang jumlah pegawai, entah itu didirikan di negara pendiri atau negara tempat beroperasi, haruslah mendukung, menghormati, dan melindungi hak asasi manusia yang secara internasional telah didengungka, dalam cakupan pengaruh mereka. 

Transparansi yang lebih luas oleh semua korporat juga diperlukan agar semua pemangku kepentingan memiliki informasi yang dibutuhkan untuk membuat penilaian yang masuk akal mengenai cara-cara hak asasi manusia dihormati dan dilindungi. Konsumen juga diuntangkan dengan meningkatnya transparansi, dan menjadi berada di posisi yang lebih baik untuk membuat penilaian berdasar-informasi terhadap pilihan pembelian mereka. Dengan cara demikian, mereka dapat mengapresiasi perusahaan yang proaktif dalam menghormati hak asasi manusia, dan mencegah mereka yang hanya memberikan janji mulut manis terhadap prioritas tersebut. Sertifikasi yang lebih baik dan standarisasi internasional juga dapat membantu untuk mengatasi tantangan global ini dengan mendirikan suatu acuan dan kerangka kerja dalam rangka pemantauan terhadap mereka yang menghormati hak asasi manusia dan tanggung jawab sosial korporat.

Sebagai simpulan, Bapak Ketua Dewan, dengan gambaran hancur terpuruknya pabrik di Bangladesh yang masih ada di depan mata penduduk dunia, kami berharap untuk membuat permohonan khusus bagi pendirian, pengembangan, dan pertukaran praktik-praktik yang baik dan inovatif yang disarikan dari berbagai pihak, baik sektor publik maupun swasta, sehingga penghormatan yang tinggi terhadap hak asasi manusia akan menjadi prioritas bagi semua korporat. Pencapaian tujuan-tujuan ini akan menguntungkan manusia di manapun dan mendukung kesejahteraan umum universal. Praktik-praktik bisnis yang bertanggung jawab yang menghormati hak asasi manusia dan melindungi lingkungan akan mendukung ekonomi yang berkelanjutan dan merata. 

Terima kasih,  Ketua Dewan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar