Dalam audiensi dengan para calon diplomat yang menjalani diklat di Pontifical Ecclesiatical Academy (7 Juni 2013), Paus mendorong mereka untuk menyingkirkan "ambisi" dan "tujuan pribadi" yang dapat membahayakan Gereja.
"Dua tahun lalu, desakan yang ramah dari Uskup Stella (Presiden Akademi) meyakinkan saya untuk mengirimkan seorang imam Keuskupan Agung Buenos Aires ke Akademi!" kenang Bapa Suci. Ia kemudian berkata pada para calon diplomat, bahwa "kebebasan batin" merupakan sebuah prasyarat penting akan peran mereka di masa depan. Ia mendorong mereka untuk "bebas dari segala proyek pribadi, tentang beberapa jalan konkret di mana mungkin Anda, suatu saat nanti menghidupi imamat Anda, dari segala kemungkinan perencanaan masa depan, dari perspektif 'tinggal lama' di tempat pastoral Anda."
"Ini berarti membebaskan diri kalian, dalam berbagai cara, bahkan dari rasa hormat terhadap budaya dan pola pikir dari mana kalian datang, bukan melupakannya, juga bukan menyangkalnya, tapi membuka diri Anda, dalam cinta kasih untuk memahami budaya-budaya yang berbeda dan bertemu dengan orang-orang yang jauh dari duniamu sendiri," seperti yang dikutip oleh Radio Vatican.
Di atas segalanya, perlu berjaga-jaga. agar bebas dari ambisi maupun tujuan pribadi, yang dapat membahayakan Gereja, selalu meletakkan pada tempat pertama bukan pemenuhan dirimu sendiri, atau pengakuan bahwa kau bisa saja berada di dalam atau di luar Gereja, melainkan kebaikan yang lebih tinggi demi Injil dan pemenuhan misi yang telah dipercayakan kepadamu.
"Karena alasan ini, setiap dari kalian harus berkehendak untuk mengintegrasikan visimu tentang Gereja, bagaimanapun pantasnya, setiap gagasan pribadi atau penilaian, ke dalam cakrawala yang dilihat oleh Petrus, untuk misi khususnya bagi pelayanan kesatuan dan persatuan kawanan domba Kristus, akan cinta kasih pastoralnya yang merangkul seluruh dunia, dan bahwa, berkat aksi perlayanan diplomat kepausan, berharap untuk membuat cinta kasih itu nyata di tempat-temmpat mereka, yang sering kali terlupakan, di mana kebutuhan akan Gereja dan akan kemanusiaan paling besar," tambahnya.
Paus Fransiskus kemudian menekankan pentingnya mengolah hidup rohani "yang merupakan sumber dari kebebasan batin". Ia merujuk pada Paus Yohanes XXIII sebagai contoh, dengan berkata bahwa "karyanya dalam pelayanan diplomatik kepausan merupakan salah satu yang terbaik, dan tak kurang signifikannya, di mana kesuciannya juga dibentuk". Paus Fransiskus mengutip 'Jurnal Jiwa' yang merupakan karya Paus pendahulunya, yang ditulisnya ketika ia menjadi Nuncio untuk Paris: "semakin aku dewasa dalam tahun dan pengalaman, semakin aku mengenali bahwa sarana yang paling pasti bagi kesucian pribadiku dan bagi keberhasilan yang lebih besar bagi pelayananku kepada Takhta Suci, tetap saja usaha tak kenal tidur untuk mengurangi segalanya --prinsip-prinsip, pidato-pidato, urusan-urusan, menjadi kesederhanaan dan keteduhan; di kebun anggurku, selalu memangkas hanya dedaunan yang tak berguna .... dan pergi langsung menuju apa yang merupakan kebenaran, keadiklan cinta kasih, di atas semuanya, cinta kasih... Segala hal lainnya yang kulakukan, tidak lain hanyalah meraba-raba afirmasi diri, yang mengkhianati dirinya sendiri, menjadi memberatkan dan konyol."
Paus Fransiskus kemudian mengutip tulisan lain dari jurnal tersebut, untuk menjelaskan bahwa tanpa semangat pastoral, "sebuah misi suci" menjadi "konyol". Paus menutup audiensi dengan mengucapkan terimakasih kepada para suster yang melakukan tugas harian mereka di Akademi. "Mereka adalah para ibu yang baik yang mendampingi Anda semua dengan doa, dengan kata-kata yang sederhana dan esensial, dan di atas segalanya dengan teladan kesetiaan, dedikasi, dan cinta," kata Paus pada para calon diplomat.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar