Ziarah yang dilakukan oleh Paus Fransiskus ke Yerusalem (waktu kunjungan efektif: 24-26 Mei) dilakukan pertama-tama dalam rangka memeringati 50 tahun pertemuan Paus Paulus VI dengan Patriark Konstantinopel Athenagoras di Yerusalem. Seperti yang kita tahu, Gereja Katolik menerima ‘luka perpecahan’ nya yang pertama pada tahun 1054 melalui apa yang disebut Skisma Besar (The Great Schism). Melalui peristiwa ini, Patriark Konstantinopel memutuskan hubungan dengan Paus (“Patriark Latin/Barat” –gelar yang ditanggalkan oleh Paus Emeritus Benediktus XVI), sehingga muncullah “Gereja Ortodoks”.
Dari sudut pandang doktrinal, dalam
dokumen-dokumen gerejawi yang diterbitkan Gereja Katolik pasca Skisma Besar,
Gereja Katolik di bawah kepemimpinan penerus Rasul Petrus (Paus), tetap
menyebut komunitas Kristiani yang lahir akibat Skisma Besar sebagai (G)ereja Saudari
(“Sister Church”). Hal ini berbeda
dengan cara penyebutan yang diterapkan bagi komunitas-komunitas Kristiani pasca
Reformasi Luther, di mana komunitas-komunitas tersebut –dari sudut pandang
Katolik –hanyalah merupakan “persekutuan gerejawi” yang tidak membawa serta dalam dirinya
hakikat (G)ereja, terlepas dari validitas Sakramen Baptis dalam “persekutuan
gerejawi” tersebut yang juga tetap diakui Gereja Katolik dan banyak hal di
dalam “persekutuan gerejawi” yang sebenarnya mengarah kepada kesatuan Katolik. Gereja
Ortodoks dalam tata laksana gerejawinya tetap mewarisi beberapa karakteristik
yang sah dari sebuah Gereja, yaitu utamanya adalah Suksesi Apostolik,
Sakramen Imamat, dan Sakramen Ekaristi. Dalam hal suksesi apostolik, Gereja
Ortodoks merupakan Gereja yang dibangun berdasarkan suksesi Rasul Andreas.
Lantas, apa signifikansi dari ziarah Paus
Fransiskus ke Yerusalem kali ini?
Dari Sudut Pandang Takhta Suci (Gereja Katolik)
Seperti yang dikemukakan oleh Kardinal
Parolin, diharapkan bahwa dengan ziarah kali ini:
- Paus menginspirasi “semua pemimpin dan bangsa-bangsa yang berkehendak baik agar mengambil keputusan nyata dalam mengambil jalan damai”.
- Takhta Suci dapat melihat “hak bangsa Israel untuk eksis dan menikmati perdamaian dan keamanan di dalam batas-batas wilayah yang diakui secara internasional, selain itu juga hak rakyat Palestina untuk dapat memiliki tanah air yang berdaulat dan merdeka, hak untuk bergerak dengan bebas, hak untuk hidup secara bermartabat”. Perhatikan bahwa (!) Takhta Suci dalam memimpin Gereja Katolik mengambil jalan yang berbeda dari denominasi-denominasi Protestan (utamanya yang beraliran fundamentalis) –yang dalam banyak cara cenderung berpihak penuh pada Israel. Ada perbedaan teologi krusial yang mendasari perbedaan cara pandang ini.
- Takhta Suci dapat mendesak agar “karakteristik kesucian dan universalitas Yerusalem, serta warisan budaya dan keagamaannya” dapat diakui “agar menjadi tempat ziarah bagi penganut tiga agama monoteistik”.
- Dalam kaitan dengan hubungan antara Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks, ziarah kali ini merupakan upaya ekumenisme yang diamanatkan Konsili Vatikan II yang diharapkan dapat membangkitkan “antusiasme perjalanan ekumenis”.
Dari Sudut Pandang Partiarkat Ekumenis
(Gereja Ortodoks)
Patriark Ekumenis Bartolomeus menyimpulkan
apa yang hendak dicapai oleh Gereja Ortodoks dengan sangat indah melalui
gambaran hubungan persaudaraan Rasul Petrus dan Andreas:
“Perayaan
50 tahun pertemuan menyejarah antara mendiang Paus Paulus VI dan pendahulu kami
Patriark Athenagoras merupakan sebuah kesempatan yang langka untuk memperdalam
ikatan persaudaraan antara Petrus dan Andreas, karena kedua takhta kita, dalam
hal pendiriannya, berutang (budi) kepada
mereka (berdua). Atas dasar alasan inilah, mengikuti jejak Paus Paulus VI dan
Patriark Athenagoras, kami menyampaikan harapan kami untuk mempererat hubungan
antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks.”
Dalam kaitan dengan Yerusalem:
“Dua ribu tahun yang lalu, adalah di
Yerusalem, di mana Cahaya menyingsing dari Makam. Semoga di Yerusalem kembali,
bersinar cemerlang cahaya perdamaian, saling percaya, dan cinta persaudaraan,
demi kedua Gereja kita, dan demi seluruh dunia.”
Dari Sudut Pandang Negara Israel
Harus dipahami dahulu, bahwa Negara Israel
yang berdiri saat ini, didirikan pada tahun 1948 –sehingga dengan demikian bukan
penerusan dari Kerajaan Israel yang pernah dipimpin oleh Raja Daud ataupun Raja
Salomo. Tetapi dalam perkembangan
sejarah, paham zionisme, utamanya yang diusung oleh Theodor Herzl, akhirnya
melahirkan sebuah negara Yahudi yang dideklarasikan pada 14 Mei 1948.
Dalam ziarahnya ke Yerusalem, Paus Fransiskus
akan meletakkan karangan bunga di atas makam Theodor Herzl. Dengan demikian, Pemerintah
Israel akan memandang kunjungan Paus Fransiskus sebagai bukti pengakuan akan
pentingnya negara Israel, seperti yang dikatakan Rabbi Abraham Skorka, rabbi
berkebangsaan Argentina sahabat Paus Fransiskus yang diajaknya serta bersama
dengan Imam Omar Abboud, pemimpin komunitas Muslim Argentina, “Beliau mengerti
pentingnya tanah Israel dan negara Israel bagi orang Yahudi.”
Dari Sudut Pandang Negara Palestina
Sebagaimana Paus Fransiskus menghargai keberadaan
negara Israel, ia juga menghargai negara Palestina. Perjalanan dari Yordania,
tidak langsung dilanjutkan ke Yerusalem –yang sebenarnya bisa diakses dari Yordania
–melainkan dengan helikopter pribadi, Paus akan langsung menuju Betlehem untuk
melakukan courtesy visit kepada
Presiden Mahmoud Abbas, Presiden Palestina. Menjadikan Betlehem yang berada
dalam wilayah Palestina sebagai pintu masuk rute ziarah, secara tidak langsung
sudah mengisyaratkan pengakuan Takhta
Suci atas negara Palestina.
Dr. Nabil Shaath, mantan PM Palestina dan
anggota senior Komisi Pusat Fatah mengatakan bahwa, “Gestur apapun yang ia
(Paus) buat untuk mendukung perdamaian akan menjadi penting.” Dr.Nabil Shaath
juga percaya bahwa kunjungan Paus akan membantu menyediakan solidaritas dan
menjadi penyokong moral bagi umat Kristiani di Betkehem dengan “mendukung
diakhirinya perebutan wilayah” dan juga dengan menyemangati komunitas Kristiani
untuk tetap tinggal di Tanah Suci dan tidak melakukan migrasi ke luar negeri.
Lebih lanjut, Dr. Nabil Shaath mengatakan
bahwa kunjungan Paus akan menghasilkan nilai spritual dan juga menghasilkan
pengaruh (pada level politik) untuk “mendukung rakyat Palestina dan Israel
dalam perjuangan mereka untuk damai yang berkeadilan”.
-----
Analisis:
Dari dinamika yang terjadi antara empat
entitas, yaitu Gereja Katolik, Gereja Ortodoks, Negara Israel, dan Negara
Palestina, sebenarnya dapat dilihat bahwa highlight
ziarah Paus Fransiskus ke Yerusalem kali ini pertama-tama adalah demi
reunifikasi Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks.
Walaupun demikian, karena di sisi lain
Paus juga memiliki kapasitas sebagai pimpinan negara, ziarah yang dilakukannya
mau tidak mau akan diwarnai dengan sentimen politik. Sebagaimana tindakan PM
Jepang yang mengunjungi kuil Yasukuni murni untuk penghormatan leluhur namun
akhirnya menuai sentimen negatif dari Tiongkok dan Korea, tindakan Paus
Fransiskus yang meletakkan karangan bunga di atas makam pencetus Zionisme,
kemungkinan dapat menimbulkan kesalahpahaman bagi banyak pihak.
Seperti yang diungkapkan Rabbi Abraham
Skorka, agaknya Paus Fransiskus hanya ingin menunjukkan bahwa beliau juga
menghargai aspirasi bangsa Yahudi membentuk negara Israel. Agaknya perlu dicatat pula bahwa sejak tahun 1993,
sejalan dengan Perjanjian Oslo yang ditandatangani Israel dan PLO, Takhta Suci
tidak pernah mengakui klaim negara Israel atas Yerusalem. Posisi Takhta
Suci mulanya berpijak pada rencana PBB untuk membagi Yerusalem menjadi tiga
zona, yaitu zona Palestina, zona Israel,
dan zona Internasional. Namun demikian, Takhta Suci mengubah posisinya pada
tahun 1993 dengan tidak lagi mengusung gagasan corpus separatum untuk Yerusalem, melainkan mendukung baik negara
Israel maupun negara Palestina untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut
kedaulatan dengan mengandaikan adanya jaminan internasional untuk dapat secara
bebas mengakses semua situs-situs suci.
Di sisi lain, courtesy visit yang dilakukan kepada Presiden Mahmoud Abbas dan kunjungan Paus kepada komunitas Kristiani
Palestina juga semakin menguatkan posisi Takhta Suci yang tidak memihak siapapun,
selain hanya memihak perdamaian.
Bahan bacaan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar