Pernyataan Y.M. Uskup Agung Bernadito Auza
Pengamat Tetap Takhta Suci untuk PBB
pada Sesi ke-69 Sidang Umum PBB
Komisi Ketiga
Agenda
Item 65: Hak-hak
Masyarakat Pribumi
New York, 20 Oktober 2014
#Terjemahan tidak resmi
Ibu Ketua Sidang,
Takhta Suci menyambut baik penutupan Konferensi
Dunia tentang Masyarakat Pribumi baru-baru ini, dan mencatat hasil keluaran
dokumennya, yang akan membantu memajukan dan melindungi hak-hak masyarakat
pribumi.
Lebih lanjut, delegasi saya dengan senang hati
melakukan observasi terhadap Laporan Sekretaris Jenderal mengenai
pencapaian-pencapaian terkait sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan Dekade Kedua Internasional
Masyarakat Pribumi Dunia (Second International Decade of the World’s Indigenous
Peoples).
Bagaimanapun, masih banyak yang perlu dilakukan untuk melindungi
HAM dan kebebasan-kebebasan dasariah Masyarakat Pribumi di banyak tempat di
dunia, dan upaya-upaya yang lebih besar masih harus dibuat –pada tingkat internasional,
nasional, dan lokal –dalam merancang kebijakan-kebijakan pembangunan yang
sungguh-sungguh melibatkan masyarakat pribumi dan menghormati identitas dan budaya
mereka yang khusus.
Takhta Suci memiliki keyakinan yang kuat bahwa tidak ada
diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, maupun etnis yang dapat
ditoleransi. Maka dari itu, delegasi saya menyambut baik upaya-upaya yang
dibuat di beberapa negara untuk menghapuskan segala diskriminasi terhadap masyarakat
pribumi dan memajukan partisipasi mereka yang penuh dan efektif dalam proses
pengambilan keputusan, khususnya dalam isu-isu yang secara langsung maupun
tidak langsung memengaruhi mereka.
Ibu Ketua Sidang,
Memperkuat kekhasan dan budaya pribumi tidak harus
berarti kembali ke masa lalu, sesungguhnya hal tersebut membawa serta hak
masyarakat pribumi untuk maju ke depan, dituntun oleh nilai-nilai kolektif
mereka yang telah teruji waktu, seperti hormat terhadap hidup dan martabat
manisai, proses pengambilan keputusan yang representatif, dan pelestarian
ritual komunitas. Dalam menghadapi globalisasi, industrialisasi, dan
urbanisasi, nilai-nilai ini tidak harus dikesampingkan begitu saja.
Dalam konteks ini, delegasi saya hendak menggarisbawahi
prinsip-prinsip berikut:
- Masyarakat pribumi di dunia memiliki pendakuan (claim) sebagai mana setiap orang, masyarakat, ataupun bangsa, terhadap hak asasi mereka akan pembangunan.
- Realisasi hak akan pembangunan yang mereka miliki haruslah sedapat mungkin koheren dan selaras dengan identitas dan nilai-nilai mereka yang khusus;
- Masyarakat pribumi sendiri harus berpendapat mengenai pembangunan mereka sendiri.
Dalam kerangka inilah, kita harus berhenti menerapkan
kriteria atau merancang kebijakan-kebijakan yang asing atau tidak dapat
diterima oleh keprihatinan mereka. Kebijakan-kebijakan yang disusun bagi
masyarakat pribumi tanpa partisipasi aktif mereka dalam proses pengambilan
keputusan bisa jadi lebih membahayakan ketimbang berdampak baik, khususnya
apabila hal tersebut tidak mencerminkan atau menghormati identitas dan sistem
nilai mereka. Godaan untuk sekadar atau sepenuhnya menisbahkan efek folklorik
kepada mereka haruslah ditahan. Masukan mereka dalam proses pengambilan
keputusan adalah penting, karena identitas dan warisan mereka yang paling bertahan
dapat terancam.
Sementara upaya-upaya internasional terhadap peningkatan
standar menyangkut HAM masyarakat pribumi adalah penting, dalam banyak segi,
kebijakan-kebijakan nasional dan lokal bahkan jauh lebih desisif menyangkut identitas
dan budaya masyarakat pribumi yang khusus serta perlindungan hak-hak mereka.
Dalam konteks inilah, delegasi saya hendak menyoroti pentingnya hukum yang
berkeadilan untuk mengatur hubungan antara masyarakat pribumi dan
industri-industri ekstraktif yang beroperasi di tanah-tanah leluhur.
Tanah-tanah tersebut, dalam banyak kasus, juga merupakan signifikansi budaya
dan lingkungan yang luhur.
Ibu Ketua Sidang,
Sebagaimana yang digarisbawahi oleh Sekretaris Jenderal
dalam Laporannya, agenda pasca 2015 akan menyediakan kesempatan untuk
mengadakan inisiatif-inisiatif yang menjawab kebutuhan masyarakat pribumi.
Selain itu, Takhta Suci menyarankan agar hasil dokumen pasca 2015 harus memberi
perhatian terhadap situasi masyarakat pribumi, dan bahwa semua inisiatif
menyangkut mereka harus dinspirasikan dan dituntun oleh prinsip hormat akan
identitas dan budaya mereka, termasuk tradisi-tradisi khas, keyakinan religi,
dan kemampuan untuk memutuskan pembangunan mereka sendiri dalam kerja sama
dengan pemerintah nasional masing-masing dan lembaga-lembaga internasional yang
relevan.
Sebagai penutup, Ibu Ketua Sidang, delegasi saya berharap
untuk membaharui komitmen jangka panjang Takhta Suci terhadap kemajuan
pembangunan integral lebih dari 370 juta masyarakat pribumi di 90 negara di
seluruh wilayah dunia.
Terima kasih, Ibu Ketua Sidang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar