Kamis, 23 Oktober 2014

Pernyataan Takhta Suci tentang Hak-hak Masyarakat Pribumi (20/10/2014)




Pernyataan Y.M. Uskup Agung Bernadito Auza
Pengamat Tetap Takhta Suci untuk PBB
pada Sesi ke-69 Sidang Umum PBB
Komisi Ketiga
Agenda Item 65: Hak-hak Masyarakat Pribumi

New York, 20 Oktober 2014


#Terjemahan tidak resmi
Ibu Ketua Sidang, 
Takhta Suci menyambut baik penutupan Konferensi Dunia tentang Masyarakat Pribumi baru-baru ini, dan mencatat hasil keluaran dokumennya, yang akan membantu memajukan dan melindungi hak-hak masyarakat pribumi.
Lebih lanjut, delegasi saya dengan senang hati melakukan observasi terhadap Laporan Sekretaris Jenderal mengenai pencapaian-pencapaian terkait sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan Dekade Kedua Internasional Masyarakat Pribumi Dunia (Second International Decade of the World’s Indigenous Peoples).
Bagaimanapun, masih banyak yang perlu dilakukan untuk melindungi HAM dan kebebasan-kebebasan dasariah Masyarakat Pribumi di banyak tempat di dunia, dan upaya-upaya yang lebih besar masih harus dibuat –pada tingkat internasional, nasional, dan lokal –dalam merancang kebijakan-kebijakan pembangunan yang sungguh-sungguh melibatkan masyarakat pribumi dan menghormati identitas dan budaya mereka yang khusus.
Takhta Suci memiliki keyakinan yang kuat bahwa tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, maupun etnis yang dapat ditoleransi. Maka dari itu, delegasi saya menyambut baik upaya-upaya yang dibuat di beberapa negara untuk menghapuskan segala diskriminasi terhadap masyarakat pribumi dan memajukan partisipasi mereka yang penuh dan efektif dalam proses pengambilan keputusan, khususnya dalam isu-isu yang secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi mereka.
Ibu Ketua Sidang,
Memperkuat kekhasan dan budaya pribumi tidak harus berarti kembali ke masa lalu, sesungguhnya hal tersebut membawa serta hak masyarakat pribumi untuk maju ke depan, dituntun oleh nilai-nilai kolektif mereka yang telah teruji waktu, seperti hormat terhadap hidup dan martabat manisai, proses pengambilan keputusan yang representatif, dan pelestarian ritual komunitas. Dalam menghadapi globalisasi, industrialisasi, dan urbanisasi, nilai-nilai ini tidak harus dikesampingkan begitu saja.
Dalam konteks ini, delegasi saya hendak menggarisbawahi prinsip-prinsip berikut: 
  • Masyarakat pribumi di dunia memiliki pendakuan (claim) sebagai mana setiap orang, masyarakat, ataupun bangsa, terhadap hak asasi mereka akan pembangunan.
  • Realisasi hak akan pembangunan yang mereka miliki haruslah sedapat mungkin koheren dan selaras dengan identitas dan nilai-nilai mereka yang khusus;
  •  Masyarakat pribumi sendiri harus berpendapat mengenai pembangunan mereka sendiri.
Dalam kerangka inilah, kita harus berhenti menerapkan kriteria atau merancang kebijakan-kebijakan yang asing atau tidak dapat diterima oleh keprihatinan mereka. Kebijakan-kebijakan yang disusun bagi masyarakat pribumi tanpa partisipasi aktif mereka dalam proses pengambilan keputusan bisa jadi lebih membahayakan ketimbang berdampak baik, khususnya apabila hal tersebut tidak mencerminkan atau menghormati identitas dan sistem nilai mereka. Godaan untuk sekadar atau sepenuhnya menisbahkan efek folklorik kepada mereka haruslah ditahan. Masukan mereka dalam proses pengambilan keputusan adalah penting, karena identitas dan warisan mereka yang paling bertahan dapat terancam.
Sementara upaya-upaya internasional terhadap peningkatan standar menyangkut HAM masyarakat pribumi adalah penting, dalam banyak segi, kebijakan-kebijakan nasional dan lokal bahkan jauh lebih desisif menyangkut identitas dan budaya masyarakat pribumi yang khusus serta perlindungan hak-hak mereka. Dalam konteks inilah, delegasi saya hendak menyoroti pentingnya hukum yang berkeadilan untuk mengatur hubungan antara masyarakat pribumi dan industri-industri ekstraktif yang beroperasi di tanah-tanah leluhur. Tanah-tanah tersebut, dalam banyak kasus, juga merupakan signifikansi budaya dan lingkungan yang luhur.
Ibu Ketua Sidang,
Sebagaimana yang digarisbawahi oleh Sekretaris Jenderal dalam Laporannya, agenda pasca 2015 akan menyediakan kesempatan untuk mengadakan inisiatif-inisiatif yang menjawab kebutuhan masyarakat pribumi. Selain itu, Takhta Suci menyarankan agar hasil dokumen pasca 2015 harus memberi perhatian terhadap situasi masyarakat pribumi, dan bahwa semua inisiatif menyangkut mereka harus dinspirasikan dan dituntun oleh prinsip hormat akan identitas dan budaya mereka, termasuk tradisi-tradisi khas, keyakinan religi, dan kemampuan untuk memutuskan pembangunan mereka sendiri dalam kerja sama dengan pemerintah nasional masing-masing dan lembaga-lembaga internasional yang relevan.
Sebagai penutup, Ibu Ketua Sidang, delegasi saya berharap untuk membaharui komitmen jangka panjang Takhta Suci terhadap kemajuan pembangunan integral lebih dari 370 juta masyarakat pribumi di 90 negara di seluruh wilayah dunia.
Terima kasih, Ibu Ketua Sidang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar