Pernyataan
Y.M. Uskup Agung Bernadito Auza
Pengamat
Tetap Takhta Suci untuk PBB
pada
Sesi ke-69 Sidang Umum
Komisi
Ketiga: Agenda Item 64 (a,b): Hak
Anak
New York, 17 Oktober 2014
#Terjemahan tidak
resmi
Ibu Ketua
Sidang,
Bulan lalu,
ketika membuka sesi regular kedua Dewan Eksekutif UNICEF, Direktur
Eksekutif Duta Besar Anthony Lake tidak berpijak pada peningkatan yang
dicapai tahun lalu dalam hal kondisi kehidupan anak-anak dalam area-area
di mana lazimnya UNICEF berkarya. Alih-alih, ia fokus pada peningkatan angka
krisis kemanusiaan yang memengaruhi dunia kita saat ini, menjaga kita tetap
waspada terhadap tantangan dahsyat yang dihadapi komunitas internasional
dalam penyediaan perlindungan terhadap anak-anak yang dipercayakan pada
mereka.
Adalah
sebuah kenyataan yang menyedihkan bahwa setiap konflik, setiap pecahnya epidemic,
setiap bencanan alam memiliki potensi untuk memundurkan keajegan langkah
maju yang telah dibuat dunia pada decade terakhir ini dalam hal
pengurangan angka kematian anak dan peingkatan akses terhadap nutrisi, air
bersih, dan pendidikan.
Tetapi
lebih tragis lagi ketika kemunduran tersebut disebabkan oleh tragedi-tragedi
yang diciptakan oleh manusia, yang mana melaluinya, anak-anak secara
khusus menjadi target, menjadi korban, dan diperalat. Hal inilah yang
disampaikan dalam sesi ini oleh Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal
mengenai anak-anak dan konflik
bersenjata dan mengenai kekerasan
terhadap anak, dan juga Laporan Khusus mengenai penjualan anak, prostitusi
anak, dan pornografi anak. Dalam
beberapa tahun terakhir, hampir tiga juta anak-anak telah terbunuh dalam
konflik bersenjata, enam juta telah ditinggalkan dalam keadaan cacat,
sepuluh dari seribu dimutilasi oleh ranjau anti personil. Terlepas dari
upaya-upaya terpuji yang dilakukan oleh banyak pihak dan pemerintah,
rekrutmen tentara anak-anak tetap ada. Bahkan yang lebih membuat kita waspada
adalah fakta bahwa hal ini telah menyebar di beberapa wilayah di mana
fenomena ini tidak merajalela dan bahwa belakangan ada kasus-kasus
anak-anak yang dipaksa melakukan tindakan terorisme seperti bom bunuh
diri.
Lebih
lanjut, delegasi saya mengingatkan bahwa terlalu banyak ana-anak yang diabaikan
hak dasariahnya untuk hidup, dan bahwa seleksi pra-kelahiran
menyingkirkan bayi-bayi yang diduga akan menyandang disabilitas dan
anak-anak perempuan hanya karena jenis kelamin mereka, dan bahwa terlalu
banyak anak-anak yang masih kekuarangan pangan dan sandang, dan bahwa di
banyak negara mereka tidak memiliki akses obat-obatan, dan bahwa mereka
dijual dalam perdagangan manusia, dieksploitasi secara seksual, direkrut
menjadi tantara-tentara khusus, tercerabut karena pemindahan paksa, atau
dipaksa melakukan kerja yang melelahkan.
Penghapusan
kekerasan terhadap anak menuntut negara-negara, pemerintah-pemerintah,
masyarakat sipil, dan komunitas religius untuk mendukung dan memampukan
keluarga-keluarga untuk menjalankan tanggung jawab yang sepantasnya. Maka
dari itu, delegasi saya menekankan betapa pentingnya peringatan ke-20
Tahun Keluarga Internasional. Peringatan itu menawarkan sebuah kesempatan
untuk kembali focus pada peran keluarga dalam pembangunan dan untuk
merefleksikan apa yang dapat dilakukan institusi primordial ini untuk
menghadapi beragam tantangan yang mengancam pembangunan holistik
anak-anak, baik dalam negara-negara berkembang maupun negara-negara maju.
Senada
dengan hal tersebut, delegasi saya sangat menyetujui rekomendasi yang
terkandung dalam Laporan Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal mengenai
kekerasan terhadap anak yang direncanakan dan orang tua serta pengasuh yang
mendukung dan menyarankan akses internet kepada anak-anak, dan penggunaan
ICT untuk pengalaman online yang
lebih aman. Mediasi pengasuhan yang dilakukan orangtua meminimalisasi risiko
tanpa membatasi keterampilan dan kesempatan belajar anak. Menjadi orang
tua bukan hanya soal membesarkan anak dalam dunia, tetapi juga mendidik
mereka agar menjadi anggota masyarakat yang kreatif dan warga negara yang
bertanggung jawab.
Delegasi
saya juga menyambut baik rencana Laporan Khusus mengenai penjualan
anak-anak, prostitusi anak, dan pornografi anak, untuk memajukan,
memfasilitasi, dan mengatur aktivitas-aktivitas peningkatan kesadaran dan
pendampingan, dalam rangka memperkokoh pengetahuan dan visibilitas
seputar isu-isu ini. Lebih lanjut, mendengarkan permohonan Perwakilan Khusush
Sekretaris Jenderal mengenai anak-anak dan konflik bersenjata, Gereja
Katolik terus mendedikasikan dirinya untuk bekerja demi pembebasan
tentara anak-anak, melalui pendidikan dan reintegrasi ke dalam keluarga
dan masyarakat mereka.
Bulan
November, kita merayakan 25 tahun Konvensi Hak Anak, yang tetap menjadi
standar teruji dalam promosi dan perlindungan hak anak-anak. Takhta Suci
memandangnya sebagai pengakuan yang sepantasnya dan patut dipuji terhadap
hak-hak dasariah dan martabat inheren setiap manusia yang diakui oleh PBB
dalam berbagai instrumennya. Konvensi Hak Anak mengandung prinsip-prinsip
mendasar sebagai perlindungan hak anak, sebelum maupun juga setelah
kelahiran, keluarga sebagai lingkungan alami bagi pertumbuhan dan pendidikan
anak, dan hak anak akan perawatan kesehatan dan pendidikan. Lebih lanjut,
delegasi saya menyerukan kepada pemerintah-pemerintah dan masyarakat
sipil untuk mendorong segala inisiatif dan aktivitas-aktivitas yang
bertujuan memajukan dan melindungi hak anak, dan dalam konteks ini,
menyambut baik pemilihan pemenang hadiah Nobel tahun ini.
Gereja Katolik dalam
bagiannya, utamanya melalui lebih dari 300.000 institusi sosial dan
pendidikan di seluruh dunia, khususnya dalam wilayah-wilayah yang mengalami
tekanan dan dilanda perang, akan terus bekerja setiap hari untuk
memastikan pendidikan dan makanan bagi anak-anak, sebagaimana juga
reintegrasi korban kekerasan ke dalam keluarga dan masyarakat mereka.
Terima kasih, Ibu Ketua
Sidang.
English
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar