Rabu, 22 Oktober 2014

Pernyataan Takhta Suci dalam Sidang Umum PBB Mengenai Hak Anak (17/10/2014)




Pernyataan Y.M. Uskup Agung Bernadito Auza
Pengamat Tetap Takhta Suci untuk PBB
pada Sesi ke-69 Sidang Umum
Komisi Ketiga: Agenda Item 64 (a,b): Hak Anak
New York, 17 Oktober 2014




#Terjemahan tidak resmi


Ibu Ketua Sidang,

Bulan lalu, ketika membuka sesi regular kedua Dewan Eksekutif UNICEF, Direktur Eksekutif Duta Besar Anthony Lake tidak berpijak pada peningkatan yang dicapai tahun lalu dalam hal kondisi kehidupan anak-anak dalam area-area di mana lazimnya UNICEF berkarya. Alih-alih, ia fokus pada peningkatan angka krisis kemanusiaan yang memengaruhi dunia kita saat ini, menjaga kita tetap waspada terhadap tantangan dahsyat yang dihadapi komunitas internasional dalam penyediaan perlindungan terhadap anak-anak yang dipercayakan pada mereka.

Adalah sebuah kenyataan yang menyedihkan bahwa setiap konflik, setiap pecahnya epidemic, setiap bencanan alam memiliki potensi untuk memundurkan keajegan langkah maju yang telah dibuat dunia pada decade terakhir ini dalam hal pengurangan angka kematian anak dan peingkatan akses terhadap nutrisi, air bersih, dan pendidikan.

Tetapi lebih tragis lagi ketika kemunduran tersebut disebabkan oleh tragedi-tragedi yang diciptakan oleh manusia, yang mana melaluinya, anak-anak secara khusus menjadi target, menjadi korban, dan diperalat. Hal inilah yang disampaikan dalam sesi ini oleh Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal mengenai anak-anak dan konflik bersenjata dan mengenai kekerasan terhadap anak, dan juga Laporan Khusus mengenai penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak. Dalam beberapa tahun terakhir, hampir tiga juta anak-anak telah terbunuh dalam konflik bersenjata, enam juta telah ditinggalkan dalam keadaan cacat, sepuluh dari seribu dimutilasi oleh ranjau anti personil. Terlepas dari upaya-upaya terpuji yang dilakukan oleh banyak pihak dan pemerintah, rekrutmen tentara anak-anak tetap ada. Bahkan yang lebih membuat kita waspada adalah fakta bahwa hal ini telah menyebar di beberapa wilayah di mana fenomena ini tidak merajalela dan bahwa belakangan ada kasus-kasus anak-anak yang dipaksa melakukan tindakan terorisme seperti bom bunuh diri.

Lebih lanjut, delegasi saya mengingatkan bahwa terlalu banyak ana-anak yang diabaikan hak dasariahnya untuk hidup, dan bahwa seleksi pra-kelahiran menyingkirkan bayi-bayi yang diduga akan menyandang disabilitas dan anak-anak perempuan hanya karena jenis kelamin mereka, dan bahwa terlalu banyak anak-anak yang masih kekuarangan pangan dan sandang, dan bahwa di banyak negara mereka tidak memiliki akses obat-obatan, dan bahwa mereka dijual dalam perdagangan manusia, dieksploitasi secara seksual, direkrut menjadi tantara-tentara khusus, tercerabut karena pemindahan paksa, atau dipaksa melakukan kerja yang melelahkan.

Penghapusan kekerasan terhadap anak menuntut negara-negara, pemerintah-pemerintah, masyarakat sipil, dan komunitas religius untuk mendukung dan memampukan keluarga-keluarga untuk menjalankan tanggung jawab yang sepantasnya. Maka dari itu, delegasi saya menekankan betapa pentingnya peringatan ke-20 Tahun Keluarga Internasional. Peringatan itu menawarkan sebuah kesempatan untuk kembali focus pada peran keluarga dalam pembangunan dan untuk merefleksikan apa yang dapat dilakukan institusi primordial ini untuk menghadapi beragam tantangan yang mengancam pembangunan holistik anak-anak, baik dalam negara-negara berkembang maupun negara-negara maju.

Senada dengan hal tersebut, delegasi saya sangat menyetujui rekomendasi yang terkandung dalam Laporan Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal mengenai kekerasan terhadap anak yang direncanakan dan orang tua serta pengasuh yang mendukung dan menyarankan akses internet kepada anak-anak, dan penggunaan ICT untuk pengalaman online yang lebih aman. Mediasi pengasuhan yang dilakukan orangtua meminimalisasi risiko tanpa membatasi keterampilan dan kesempatan belajar anak. Menjadi orang tua bukan hanya soal membesarkan anak dalam dunia, tetapi juga mendidik mereka agar menjadi anggota masyarakat yang kreatif dan warga negara yang bertanggung jawab.

Delegasi saya juga menyambut baik rencana Laporan Khusus mengenai penjualan anak-anak, prostitusi anak, dan pornografi anak, untuk memajukan, memfasilitasi, dan mengatur aktivitas-aktivitas peningkatan kesadaran dan pendampingan, dalam rangka memperkokoh pengetahuan dan visibilitas seputar isu-isu ini. Lebih lanjut, mendengarkan permohonan Perwakilan Khusush Sekretaris Jenderal mengenai anak-anak dan konflik bersenjata, Gereja Katolik terus mendedikasikan dirinya untuk bekerja demi pembebasan tentara anak-anak, melalui pendidikan dan reintegrasi ke dalam keluarga dan masyarakat mereka.

Bulan November, kita merayakan 25 tahun Konvensi Hak Anak, yang tetap menjadi standar teruji dalam promosi dan perlindungan hak anak-anak. Takhta Suci memandangnya sebagai pengakuan yang sepantasnya dan patut dipuji terhadap hak-hak dasariah dan martabat inheren setiap manusia yang diakui oleh PBB dalam berbagai instrumennya. Konvensi Hak Anak mengandung prinsip-prinsip mendasar sebagai perlindungan hak anak, sebelum maupun juga setelah kelahiran, keluarga sebagai lingkungan alami bagi pertumbuhan dan pendidikan anak, dan hak anak akan perawatan kesehatan dan pendidikan. Lebih lanjut, delegasi saya menyerukan kepada pemerintah-pemerintah dan masyarakat sipil untuk mendorong segala inisiatif dan aktivitas-aktivitas yang bertujuan memajukan dan melindungi hak anak, dan dalam konteks ini, menyambut baik pemilihan pemenang hadiah Nobel tahun ini.

Gereja Katolik dalam bagiannya, utamanya melalui lebih dari 300.000 institusi sosial dan pendidikan di seluruh dunia, khususnya dalam wilayah-wilayah yang mengalami tekanan dan dilanda perang, akan terus bekerja setiap hari untuk memastikan pendidikan dan makanan bagi anak-anak, sebagaimana juga reintegrasi korban kekerasan ke dalam keluarga dan masyarakat mereka.

Terima kasih, Ibu Ketua Sidang. 


English


Tidak ada komentar:

Posting Komentar