Pro Christo ergo legatione fungimur! Kami ini adalah utusan-utusan Kristus! --2 Kor 5:20-- #sebuah blog tentang diplomasi Takhta Suci
Laman
- Beranda
- Tujuan Blog, Sumber Dokumen, Hak Cipta Terjemahan
- Orang Kudus Favoritku
- Takhta Suci dalam Dunia Internasional
- Lagu Pontifikal Takhta Suci
- Definisi dan Sasaran Umum Diplomasi Takhta Suci
- Empat Aktor Diplomatik Takhta Suci
- Pesan Paus Bagi Diplomat Takhta Suci
- Audiensi Tahunan Paus kepada Korps Diplomatik untuk Takhta Suci
- Fungsi dan Lingkup Diplomatik dalam Gereja Katolik
- Praktik Takhta Suci dalam hal Pembuatan dan Pemberlakuan Kesepakatan Diplomatik (Diplomatic Agreement)
- Takhta Suci Hingga Akhir Abad Pertengahan
- Takhta Suci Pasca Reformasi
- Takhta Suci Jelang Perjanjian Lateran 1929
- Takhta Suci - RRT : Berawal dari Modernisasi dan Mateo Ricci
- Takhta Suci - RRT: Jelang dan Pasca Politik Pintu Terbuka
- Takhta Suci - RRT- Republik Tiongkok (Taiwan)
- Ordo Malta: Subyek Hukum Internasional Katolik selain Takhta Suci yang Menjalin Hubungan Diplomatik
Minggu, 26 Oktober 2014
Sabtu, 25 Oktober 2014
Jumat, 24 Oktober 2014
Bilateral Talks of the Week (20-24/10/2014)
Audiensi dengan Perdana Menteri Grenada
Kamis, 23 Oktober 2014, Paus Fransiskus menerima Perdana Manteri Grenada Keith Mitchell, yang kemudian menemui Kardinal Sekretaris Negara Pietro Parolin dan Uskup Agung Dominique Mamberti, Sekretaris Hubungan dengan Negara-negara.
Dalam pembicaraan tersebut, kedua pihak fokus pada hubungan yang baik antara Takhta Suci dan Grenada, dan juga kontribusi penting yang dibuat oleh Gereja Katolik dalam lingkup pendidikan, sosial, dan karya kemanusiaan, menjawab tantangan yang sedang dihadapi negara Grenada, khususnya menyangkut kaum muda. Dalam hal ini, dipastikan adanya kebutuhan akan kerja sama antara semua lembaga pelayanan sosial, dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan pembangunan negara
Intervensi Takhta Suci dalam Debat Terbuka PBB menyoal Situasi TImur Tengah (21/10/2014)
Intervensi Y.M. Uskup Agung Bernadito Auza
Nuncio Apostolik, Pengamat Tetap Takhta Suci untuk
PBB
pada Debat Terbuka Dewan Keamanan mengenai
“Situasi di Timur
Tengah termasuk Soal Palestina”
(New York,
21 Oktober 2014)
#Terjemahan
tidak resmi
Ibu
Presiden,
Delegasi saya mengucapkan selamat pada Anda atas keketuaan
Argentina dalam Dewan Kemanan bulan ini, dan memberikan penghargaan terhadap
diselenggarakannya debat terbuka mengenai “Situasi di Timur Tengah termasuk
Soal Palestina” ini.
Takhta Suci selalu mengikuti situasi di Timur Tengah dengan minat dan
kepedulian yang besar. Takhta Suci selalu memohon adanya negosiasi-negosiasi
dan dialog di antara pihak-pihak yang terlibat.
Takhta Suci selalu mencoba melakukan segalanya untuk menolong korban
kekerasan.
Mengingat situasi yang memburuk dengan cepat di kawasan beberapa bulan
belakangan, Paus Fransiskus telah mengintensifkan upaya-upaya Beliau untuk
mendorong adanya negosiasi-negosiasi dan menyerukan kepada semua pihak untuk
menghormati hukum kemanusiaan internasional dan HAM. Selama pekan pertama bulan
ini, Paus memanggil ke Vatikan, para Nuncio Apostolik (Duta Besar Kepausan) untuk
negara-negara Timur Tengah, para Pengamat Tetap untuk Organisasi Internasional
dan pejabat-pejabat tingkat tinggi di Vatikan untuk mendiskusikan isu yang
sama. Sebagai tindak lanjut pertemuan-pertemuan
tersebut, Takhta Suci menegaskan kembali pendiriannya bahwa perdamaian di Timur
Tengah hanya dapat dicari melalui penyelesaian negosiasi dan bukan melalui
pilihan-pilihan unilateral yang diterapkan dengan kekuatan senjata.
- Menyangkut soal Israel-Palestina,
Takhta Suci menegaskan kembali dukungannya bagi solusi dua negara. Isarel dan Palestina,
dengan dukungan kuat badan-badan PBB yang berkompeten dan seluruh komunitas
internasional, harus bekerja mencapai tujuan akhir, yaitu realisasi hak rakyat
Palestina untuk memiliki negara mereka sendiri, berdaulat, dan merdeka, dan hak
rakyat Israel akan perdamaian dan keamanan. Paus Fransiskus juga memastikan
kembali hal ini dalam kunjungan Beliau ke Timur Tengah pada bulan Mei yang
lalu: “Saatnya telah tiba bagi semua orang untuk menemukan (...) keberanian
untuk mengusahakan perdamaian yang berdasar pada pengakuan hak kedua negara
untuk eksis dan hidup dalam perdamaian dan keamanan di dalam batas-batas yang
diakui secara inetrnasional.” (1)
- Menyangkut soal situasi mengerikan di
Syria, Takhta Suci menyerukan dengan mendesak agar semua pihak menghentikan
kekerasan masif terhadap hukum kemanusiaan internasional dan HAM, dan agar
komunitas internasional membantu pihak-pihak tersebut menemukan sebuah solusi.
Tidak ada cara lain untuk mengangkat dan mengakhiri penderitaan tak terkatakan
yang dialami seluruh negeri, di mana setengah populasinya membutuhkan
pendampingan kemanusiaan dan sekitar dua pertiganya terusir dari sana.
- Menyangkut soal Lebanon, Takhta Suci
menyerukan solidaritas internasional, pada saat ini di mana negara tersebut
mengalami dampak hebat krisis Syria dan oleh kehadiran pengungsi yang masif, agar
mendorong Lebanon menemukan sebuah solusi secepat mungkin atas kekosongan
jabatan presiden republik. Takhta Suci menegaskan kembali dukungannya bagi
Lebanon yang berdaulat dan bebas. Lebanon adalah sebuah “pesan”, sebuah “tanda”
harapan akan ko-ekistensi beragam kelompok yang membentuknya.
- Menyangkut soal kekerasan dan
penyalahgunaan berat yang dilakukan oleh mereka yang dinamakan “Negara Islam”
di Irak dan Syria, badan-badan PBB yang berkompeten harus bertindak guna
mencegah kemungkinan genosida yang baru serta mendampingi pengungsi yang
jumlahnya meningkat. Takhta Suci memohon secara khusus bagi perlindungan
kelompok etnis pribumi dan kelompok agama. Takhta Suci mendesak rasa hormat
terhadap hak komunitas-komunitas ini, dan bagi semua orang yang terusir agar
kembali ke rumah mereka serta hidup dengan bermartabat dan aman.
- Takhta Suci berharap agar PBB mengambil
fenomena terorisme internasional yang meningkat dan kejam, sebagai sebuah
kesempatan untuk segera memperkuat kerangka yuridis internasional dalam hal
aplikasi multilateral terhdap tanggung jawab untuk melindungi manusia dari
genosida, kejahatan perang, pemusnahan etnis, tindak kriminal terhadap
kemanusiaan dan segala bentuk agresi yang tidak berkeadilan. Dengan hikmah yang
dipetik dari kegagalan kita untuk menghentikan kengerian genosida belakangan
ini dan dihadapkan dengan pelanggaran terhadap HAM yang terang-terangan dan
masif, serta pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan internasional, sekarang
waktunya untuk mengambil keputusan yang berani.
- Akhirnya, Takhta Suci menegaskan kembali seruannya kepada semua pemimpin agama di kawasan dan di manapun di dunia untuk mengambil peran kepemimpinan yang memajukan dialog antaragama dan antarbudaya, dengan segera meninggalkan setiap penggunaan agama untuk membenarkan kekerasan, dan mendidik semua orang untuk saling memahami dan saling menghormati.
Ibu Presiden, saya ingin mengakhiri ini dengan mengutip kata-kata Paus
Fransiskus selama pertemuan Beliau
kemarin dengan para Kardinal: “Situasi (Timur Tengah) yang tidak adil ini
selain membutuhkan doa kita yang tak putus, juga membutuhkan respon yang
memadai dari komunitas internasional.”
Terima kasih, Ibu Presiden.
1. Paus Fransiskus, Pertemuan dengan Otoritas Palestina, Bethlehem, 25 Mei 2014
Kamis, 23 Oktober 2014
Pernyataan Takhta Suci tentang Hak-hak Masyarakat Pribumi (20/10/2014)
Pernyataan Y.M. Uskup Agung Bernadito Auza
Pengamat Tetap Takhta Suci untuk PBB
pada Sesi ke-69 Sidang Umum PBB
Komisi Ketiga
Agenda
Item 65: Hak-hak
Masyarakat Pribumi
New York, 20 Oktober 2014
#Terjemahan tidak resmi
Ibu Ketua Sidang,
Takhta Suci menyambut baik penutupan Konferensi
Dunia tentang Masyarakat Pribumi baru-baru ini, dan mencatat hasil keluaran
dokumennya, yang akan membantu memajukan dan melindungi hak-hak masyarakat
pribumi.
Lebih lanjut, delegasi saya dengan senang hati
melakukan observasi terhadap Laporan Sekretaris Jenderal mengenai
pencapaian-pencapaian terkait sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan Dekade Kedua Internasional
Masyarakat Pribumi Dunia (Second International Decade of the World’s Indigenous
Peoples).
Bagaimanapun, masih banyak yang perlu dilakukan untuk melindungi
HAM dan kebebasan-kebebasan dasariah Masyarakat Pribumi di banyak tempat di
dunia, dan upaya-upaya yang lebih besar masih harus dibuat –pada tingkat internasional,
nasional, dan lokal –dalam merancang kebijakan-kebijakan pembangunan yang
sungguh-sungguh melibatkan masyarakat pribumi dan menghormati identitas dan budaya
mereka yang khusus.
Takhta Suci memiliki keyakinan yang kuat bahwa tidak ada
diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, maupun etnis yang dapat
ditoleransi. Maka dari itu, delegasi saya menyambut baik upaya-upaya yang
dibuat di beberapa negara untuk menghapuskan segala diskriminasi terhadap masyarakat
pribumi dan memajukan partisipasi mereka yang penuh dan efektif dalam proses
pengambilan keputusan, khususnya dalam isu-isu yang secara langsung maupun
tidak langsung memengaruhi mereka.
Ibu Ketua Sidang,
Memperkuat kekhasan dan budaya pribumi tidak harus
berarti kembali ke masa lalu, sesungguhnya hal tersebut membawa serta hak
masyarakat pribumi untuk maju ke depan, dituntun oleh nilai-nilai kolektif
mereka yang telah teruji waktu, seperti hormat terhadap hidup dan martabat
manisai, proses pengambilan keputusan yang representatif, dan pelestarian
ritual komunitas. Dalam menghadapi globalisasi, industrialisasi, dan
urbanisasi, nilai-nilai ini tidak harus dikesampingkan begitu saja.
Dalam konteks ini, delegasi saya hendak menggarisbawahi
prinsip-prinsip berikut:
- Masyarakat pribumi di dunia memiliki pendakuan (claim) sebagai mana setiap orang, masyarakat, ataupun bangsa, terhadap hak asasi mereka akan pembangunan.
- Realisasi hak akan pembangunan yang mereka miliki haruslah sedapat mungkin koheren dan selaras dengan identitas dan nilai-nilai mereka yang khusus;
- Masyarakat pribumi sendiri harus berpendapat mengenai pembangunan mereka sendiri.
Dalam kerangka inilah, kita harus berhenti menerapkan
kriteria atau merancang kebijakan-kebijakan yang asing atau tidak dapat
diterima oleh keprihatinan mereka. Kebijakan-kebijakan yang disusun bagi
masyarakat pribumi tanpa partisipasi aktif mereka dalam proses pengambilan
keputusan bisa jadi lebih membahayakan ketimbang berdampak baik, khususnya
apabila hal tersebut tidak mencerminkan atau menghormati identitas dan sistem
nilai mereka. Godaan untuk sekadar atau sepenuhnya menisbahkan efek folklorik
kepada mereka haruslah ditahan. Masukan mereka dalam proses pengambilan
keputusan adalah penting, karena identitas dan warisan mereka yang paling bertahan
dapat terancam.
Sementara upaya-upaya internasional terhadap peningkatan
standar menyangkut HAM masyarakat pribumi adalah penting, dalam banyak segi,
kebijakan-kebijakan nasional dan lokal bahkan jauh lebih desisif menyangkut identitas
dan budaya masyarakat pribumi yang khusus serta perlindungan hak-hak mereka.
Dalam konteks inilah, delegasi saya hendak menyoroti pentingnya hukum yang
berkeadilan untuk mengatur hubungan antara masyarakat pribumi dan
industri-industri ekstraktif yang beroperasi di tanah-tanah leluhur.
Tanah-tanah tersebut, dalam banyak kasus, juga merupakan signifikansi budaya
dan lingkungan yang luhur.
Ibu Ketua Sidang,
Sebagaimana yang digarisbawahi oleh Sekretaris Jenderal
dalam Laporannya, agenda pasca 2015 akan menyediakan kesempatan untuk
mengadakan inisiatif-inisiatif yang menjawab kebutuhan masyarakat pribumi.
Selain itu, Takhta Suci menyarankan agar hasil dokumen pasca 2015 harus memberi
perhatian terhadap situasi masyarakat pribumi, dan bahwa semua inisiatif
menyangkut mereka harus dinspirasikan dan dituntun oleh prinsip hormat akan
identitas dan budaya mereka, termasuk tradisi-tradisi khas, keyakinan religi,
dan kemampuan untuk memutuskan pembangunan mereka sendiri dalam kerja sama
dengan pemerintah nasional masing-masing dan lembaga-lembaga internasional yang
relevan.
Sebagai penutup, Ibu Ketua Sidang, delegasi saya berharap
untuk membaharui komitmen jangka panjang Takhta Suci terhadap kemajuan
pembangunan integral lebih dari 370 juta masyarakat pribumi di 90 negara di
seluruh wilayah dunia.
Terima kasih, Ibu Ketua Sidang.
Rabu, 22 Oktober 2014
Pernyataan Takhta Suci dalam Sidang Umum PBB Mengenai Hak Anak (17/10/2014)
|
||
Langganan:
Postingan (Atom)