Selasa, 04 November 2014

Pernyataan Takhta Suci tentang Globalisasi dan Interdependensi (27/10/2014)




Pernyataan Y.M. Bernadito Auza
Pengamat Tetap Takhta Suci untuk PBB 
pada Komisi Kedua Sesi ke-69 Sidang Dewan Umum PBB
Agenda Item 21: Globalisasi dan Interdependensi
New York, 27 Oktober, 2014


#Terjemahan tidak resmi

Bapak Ketua Sidang,

Delegasi saya membagikan pandangan yang disampaikan dalam laporan terbaru Sekretaris Jenderal mengenai topic ini bahwa tantangan pokok dalam agenda pembangunan pasca 2015 adalah menjamin bahwa globalisasi menguntungkan semua orang. Delegasi saya secara berkeadilan membagikan pandangan bahwa kita perlu untuk memperkuat multilateralisme untuk membantu mencapai tujuan ini dan menangani risiko-risiko yang beragam dan menghubungkan tantangan-tantangan yang diasosiasikan dengan globalisasi.

Laporan Sekretaris Jenderal menyoroti keuntungan luar biasa yang dapat diperoleh dari globalisasi, tetapi juga ketidaksetaraan globalisasi yang meluas. Ketika globalisasi membawa orang-orang sebagai rekan yang setara, globalisasi menciptakan hasil yang saling menguntungkan, sebuah rekanan yang bersifat win-win bagi semua. Jika tidak, globalisasi menimbulkan ketidaksetaraan dan marginalisasi yang semakin besar, eksploitasi, dan ketidakadilan. Benarlah, dengan segala daya upaya manusia, globalisasi berdampak baik atau buruk, bergantung pada etika dan kebijakan yang mendasarinya dan kemudian mengendalikan prosesnya.

Bapak Ketua Sidang,

Delegasi saya beharap untuk menggarisbawahi dua isu di dalam konteks globalisasi dan interdependensi (saling ketergantungan), yaitu peran budaya dan fenomena migrasi.

1.  Laporan Sekretaris Jenderal mengenai Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan menginformasikan kepada kita bahwa budaya adalah penggerak utama dalam globalisasi dan interdependensi. Turisme budaya mencatat 40% dari penghasilan turisme yang bertumbuh pesat. Lebih lanjut, kekuatannya untuk memobilisasi tidak hanya dapat diukur berdasarkan istilah ekonomi, tetapi juga keuntungan tak berwujud (intangible) dan non-uang. Turisme budaya memperluas cakrawala kita dan memperdalam pengetahuan kita mengenai bangsa-bangsa dan tempat-tempat, memajukan saling pengertian antarbangsa, memajukan inklusivitas dan keberakaran (rootedness), mendorong pelestarian warisan budaya dan tradisi, memperkuat kreativitas dan inovasi, mengendalikan *gentrifikasi di dalam kota-kota, memajukan kesadaran akan kebutuhan perlindungan keajaiban alam. Singkatnya, budaya merupakan wahana utama untuk mengekspresikan dan berbagi kemanusiaan kita. Sangatlah penting jika pengembangan manusia yang otentik merupakan tujuan akhir aktivitas ekonomi dan pembangunan.  

Maka dari itu, delegasi saya percaya bahwa mangingat semua keuntungan dan nilai budaya ini, kita seharusnya tidak menguranginya hingga sampai pada pertukaran pasar. Di satu sisi, kegiatan ekonomi, mengikuti kelangkaan yang logis, sebagaimana kelangkaan menuntut ketersediaan yang lebih besar. Di sisi lain, budaya datang dari logika keberlimpahan. Ketika kita mengatakan budaya, kita melihat keindahan, dan keindahan, dalam definisi metafisiknya, tidak lain merupakan keberlimpahan luar biasa dari apa yang benar dan baik. Budaya tidaklah dimaksudkan untuk dimiliki secara pribadi atau menjadi eksklusif, tetapi untuk dibagikan dan untuk didialogkan dengan budaya lainnya. Budaya sebuah masyarakat merupakan anugerah mereka bagi kebaikan bersama, karena merupakan ungkapan kemanusiaan mereka, dan melalui budaya kita dapat masuk ke dalam dialog yang sejati karena ia berbicara kepada kemanusiaan kita bersama.

2. Salah satu tantangan terbesar globalisasi adalah migrasi. Ketika individu dan bangsa-bangsa telah bergerak sejak waktu lampau, migrasi telah sungguh-sungguh menjadi fenomena pada zaman kita, hingga sampai pada taraf di mana hanya krja sama yang sistematis dan kooperatif antara negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang dapat meregulasi dan mengatur pergerakan migrasi secara efektif. Laporan Sekretaris Jenderal mengenai Migrasi Internasional dan Pembangunan menyatakan kepada kita akan banyaknya tantangan yang diajukan gerakan-gerakan migrasi kepada negara-negara dan kepada komunitas internasional secara keseluruhan. Sesungguhnya, Takhta Suci meyakini bahwa hal tersebut memengaruhi semua orang, tidak hanya karena taraf fenomenanya, melainkan juga karena masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya, dan agama yang ditimbulkannya.
Takhta Suci hendak menyoroti khususnya kasus-kasus perdagangan manusia yang meresahkan dan bentuk-bentuk kontemporer perbudakan yang ditimbulkan oleh migrasi. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 27 juta orang hidup dalam kondisi perbudakan di seluruh dunia, menghadapi eksploitasi seksual, kerja paksa, dan penyangkalan hak-hak asasi mereka, Diperkirakan dua juta perempuan menjadi korban perdagangan seksual setiap tahunnya, dan banyak, termasuk anak-anak, yang menjadi korban perdagangan organ tubuh. Masih lebih banyak lagi mereka yang bekerja memeras keringat untuk jam kerja yang panjang, dibayar dengan sangat rendah, dan tanpa perlindungan sosial dan hukum.
Bentuk-bentuk modern perbudakan ini merupakan lawan dari globalisasi yang dikemudikan oleh budaya perjumpaan dan nilai-nilai solidaritas dan keadilan. Paus Fransiskus memastikan bahwa bentuk-bentuk modern perbudakan ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan sebuah luka menganga pada tubuh masyarakat kontemporer kita.
Delegasi saya sepenuhnya sadar akan kompleksitas migrasi, khususnya menyangkut aspek hukum, atau dalam kasus-kasus di mana migrasi paksa atau pengusiran yang disebabkan oleh konflik ataupun bencana. Bagaimanapun, di atas semua pertimbangan, selalu perlu untuk melihat wajah manusia yang bermigrasi, untuk melihat para migran sebagai sesama manusia, yang dianugerahi martabat dan hak yang sama seperti kita. Hanya dengan demikian, kita dapat menanggapi globalisasi migrasi dengan globalisasi solidaritas dan kerja sama. Lebih lanjut, solidaritas dengan migran saja tidaklah cukup, jika tidak dilengkapi dengan upaya-upaya yang membawa perdamaian dalam kawasan-kawasan konflik dan yang membawa tatanan ekonomi dunia yang lebih berkeadilan.

Jika globalisasi telah menyusutkan dunia menjadi sebuah desa, selayaknyalah kita juga menjadi tetangga-tetangga yang baik.

Terima kasih, Bapak Ketua Sidang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar