Senin, 26 Mei 2014

Paus Fransiskus: “Solusi Dua Negara” Harus Menjadi Kenyataan






Berikut adalah pidato sambutan Paus Fransiskus ketiba tiba di Bandara Ben Gurion, Tel Aviv.
 ---------

Yang Terhormat Bapak Presiden, 

Bapak Perdana Menteri, Para Duta Besar, Bapak dan Ibu sekalian, 

Saya mengucapkan terima kasih dari dalam hati untuk penyambutan Anda di Negara Israel, yang dengan sukacita saya kunjungi pada ziarah kali ini. Saya berterima kasih kepada Presiden Shimon Peres dan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk kata sambutan mereka yang indah dan saya berniat untuk mengenang pertemuan-pertemuan saya dengan mereka di Vatikan. Sebagaimana yang Anda sekalian ketahui, saya datang berziarah untuk menandai peringatan 50 tahun kunjungan bersejarah oleh Paus Paulus VI. Sejak saat itu, banyak yang telah berubah dalam hubungan antara Takhta Suci dan Negara Israel: hubungan diplomatik, yang diresmikan dua puluh tahun lalu, telah mengalami perkembangan hubungan yang baik, sebagaimana nampak oleh dua Agreement yang sudah ditandatangani dan diratifikasi, dan yang ketiga, yang sedang dalam proses finalisasi. Dalam semangat ini saya menyapa semua rakyat Israel dengan doa dan harapan agar aspirasi mereka untuk perdamaian dan kemakmuran dapat tercapai.

Mengikuti jejak para pendahulu, saya datang sebagai peziarah ke Tanah Suci, yang kaya akan sejarah dan rumah bagi peristiwa-peristiwa penting dalam awal mula dan perkembangan ketiga agama monoteistik besar, Yudaisme, Kristianitas, dan Islam. Demikian pula, signifikansi spiritual yang melimpah bagi kemanusiaan. Maka saya menyampaikan harapan dan doa saya agar tanah terberkati ini menjadi tempat di mana mereka yang mengeksploitasi dan memutlakkan  nilai-nilai tradisi agama mereka sendiri, dan dengan demikian terbukti tidak toleran dan berlaku, tidak mendapat ruang.

Selama ziarah saya di Tanah Suci, saya akan mengunjungi beberapa tempat penting di Yerusalem, sebuah kota dengan kepentingan universal. Yerusalem, tentu saja, berarti “kota perdamaian”. Inilah yang dikehendaki Allah, dan inilah yang diinginkan semua orang yang berkehendak baik. Namun demikian, sayangnya Yerusalem tetap tinggal bermasalah sebagai dampak konflik berkepanjangan. Kita semua tahu betapa mendesaknya kebutuhan akan perdamaian, tidak hanya bagi Israel, tetapi juga bagi seluruh wilayah. Semoga upaya-upaya dan energi dapat ditingkatkan menuju pencapaian solusi adil dan abadi bagi konflik yang telah menyebabkan begitu banyak penderitaan. Dalam kesatuan dengan semua pria dan perempuan yang berkehendak baik, saya memohon kepada mereka yang berada dalam posisi penanggung jawab untuk tidak menggeser sebuah batu pun dalam pendarian solusi berkeadilan bagi masalah-masalah yang kompleks, sehingga rakyat Israel dan Palestina dapat hidup dengan damai. Jalan dialog, rekonsiliasi dan perdamaian harus secara konstan diperbarui, dengan berani dan tanpa kenal lelah. Tidak ada jalan lain. Dan dengan demikian saya memperbarui permohonan yang dibuat di tempat ini oleh Paus Benediktus XVI: hak bagi Negara Israel untuk eksis dan berkembang dalam damai dan keamanan dalam batas-batas yang diakui secara internasional harus secara universal diakui. Pada saat yang sama, harus ada pengakuan akan hak rakyat Palestina bagi sebuah tanah air berdaulat dan hak mereka untuk hidup secara bermartabat dan dengan bebas. “Solusi Dua Negara” haruslah menjadi kenyataan dan tidak tetap menjadi mimpi.

Sebuah kunjungan khusus dalam masa tinggal saya adalah kunjungan ke Yad Vashem Memorial, kepada enam juta rakyat Yahudi yang menjadi korban Shoah, sebuah tragedi yang menjadi simbol abadi akan sedalam mana manusia dapat tenggelam dalam kejahatan, ketika disemangati oleh ideologi yang keliru, gagal untuk mengenali martabat dasariah setiap orang, yang berhak atas penghormatan tanpa syarat tanpa memandang suku maupun agama. Saya memohon pada Allah agar tidak akan ada lagi kejahatan seperti itu, yang juga membawa korban banyak orang Kristen dan lainnya. Dengan tetap ingat akan masa lalu, marilah kita promosikan sebuah pendidikan di mana eksklusi dan konfrontasi berubah menjadi inklusi dan perjumpaan, di mana tidak ada lagi tempat bagi anti-Semitisme dalam berbagai bentuknya atau ekspresi-ekspresi kekejian, diskriminasi atau intoleransi kepada setiap individu atau rakyat. 

Hati saya sangat sedih ketika memikirkan mereka yang kehilangan nyawa dalam serangn brutal yang terjadi kemarin di Brussels. Sekali lagi saya sampaikan bahwa saya sangat mengutuk serangan kriminal ini yang berlatar belakang kebencian anti-Yahudi dan saya percayakan para korban kepada Allah kita yang Maharahim dan saya berdoa untuk pemulihan mereka yang terluka.

Walaupun kunjungan singkat saya membuat saya tidak mungkin menemui setiap orang, saya sekarang ingin menyapa semua rakyat Israel dan mengungkapkan kedekatan saya dengan mereka, khususnya dengan mereka yang tinggal di Nazaret dan Galilea, di mana banyak ditemukan komunitas Kristiani. 

Kepada para Uskup dan umat Kristiani, saya sampaikan salam hangat persaudaraan. Saya menyemangati mereka untuk tetap bertahan dalam kesaksian bisu akan iman dan harapan dalam pelayanan rekonsiliasi dan pengampunan, mengikuti ajaran dan teladan Tuhan Yesus, yang memberikan nyawanya untuk membawa perdamaian antara Allah dan manusia, dan antar saudara-saudara. Semoga kalian selalu menjadi ragi rekonsiliasi, membawa harapan bagi sesama, menjadi saksi cinta kasih! Ketahuilah, kalian selalu ada dalam doa saya. 

Yang Terhormat Bapak Presiden, Bapak Perdana Menteri, Bapak dan Ibu sekalian, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih atas penyambutan Anda semua.

Semoga damai dan kesejahteraan turun dengan limpahnya atas Israel. Dan semoga Allah memberkati umat-Nya dengan damai! Shalom!

Sumber:
https://www.facebook.com/news.va.en/posts/728536453877041:0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar