Kontribusi pelayanan diplomatik Takhta Suci bagi perdamaian dunia sesungguhnya sedikit
terangkat di media. Namun demikian, kontribusi-kontribusi tersebut sungguh
nyata ada. Para imam-diplomat Takhta Suci memang dilatih memiliki sikap “diskresi”
(kehati-hatian dalam berbicara) seperti St.Yosef, sehingga tidak akan membesar-besarkan
pencapaian-pencapaian Korps Diplomatik Takhta Suci di media. Namun tetap saja,
ada jejak-jejak samar pencapaian Korps yang terekam oleh media. Berikut
kontribusi pelayanan Korps Diplomatik Takhta Suci yang luput dari perhatian
dunia:
1. Pada tahun 1983, Kardinal Antonio Samorè membantu penyelesaian sengketa teritorial yang
terjadi antara Argentina dan Chile. Atas jasanya, nama beliau dikukuhkan
sebagai nama sebuah jalur pegunungan di daerah tersebut.
2. Sedikit yang tahu, mengenai Uskup Agung Pablo
Puente Buces, seorang mantan nuncio yang menjalankan perannya yang signifikan
dalam mengakhiri perang sipil Lebanon (1975-1990) dengan menjangkau berbagai
kelompok bersenjata dan para pemimpin partai Islam.
3. Tahun 1978, para imam-diplomat Takhta Suci
di bawah komando Paus Yohanes Paulus II, menjegah eskalasi “konflik Beagle” menuju
perang antara Argentina dan Chile yang
memperebutkan tiga pulau kecil di ujung Amerika Selatan. Para imam-diplomat juga
melakukan upaya damai di kawasan Kongo bagian timur dan Mozambique.
4. Uskup Agung Bernardito
Auza, nuncio untuk Haiti, memainkan
peranan yang penting dalam pemulihan sumber daya negara tersebut setelah gempa
bumi hebat yang melanda kawasan.
5. Pada tahun
2007, ketika Uskup Agung Pietro Parolin, bertugas dengan pangkat diplomatik undersecretary,
ia melakukan upaya keras untuk membebaskan 15 orang warga negara Inggris dari
tawanan militer Iran di Semenanjung Arab. Dalam kasus ini, Takhta Suci
merupakan satu-satunya mediator yang dinilai dapat bersikap netral oleh
Iran. Paus Benediktus XVI ketika itu
mengirimkan surat pada pemimpin spiritual Iran, Ayatollah Khamenei memohon
pembebasan para sandera. Kemudian, Duta Besar Iran untuk Takhta Suci, Mohammed
Javad Faridzadeh, menerima surat dari Bapa Suci “dengan sukacita yang besar”
dan langsung menyampaikannya ke Iran mengingat “kepentingan rohani yang
dimiliki Takhta Suci di seluruh dunia”. Beberapa jam kemudian, Presiden
Mahmoud Ahmadinejad membebaskan para
sandera, dan menyebutkan pembebasan itu sebagai “hadiah” Paskah untuk Inggris –mirip
dengan frasa yang digunakan dalam surat Paus, yang meminta “ucapan Paskah yang
berkehendak baik”.
6. Uskup Agung Pietro Parolin juga menandai sepak terjang
diplomasi Takhta Suci dengan penanganan masalah Timor Timur, konflik antara Ekuador
dan Peru atas teritori Amazon yang menjadi sengketa kedua pihak. Takhta Suci
juga mendesak komunitas internasional untuk menangani krisis Zaire.
7. Pelayanan diplomatik Takhta Suci, yang dilakukan oleh
Uskup Agung Pietro Parolin ketika menjabat sebagai nuncio untuk Venezuela juga
berperan penting ketika pada tahun 2010, Presiden Hugo Chavez berupaya melakukan reviu mengenai hubungan negara
dengan para Uskup. Uskup Agung Pietro Parolin juga dinilai berjasa mencegah
memburuknya hubungan Venezuela dan Takhta Suci pasca meninggalnya Presiden Hugo
Chavez.
Bahan bacaan dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar