Rabu, 12 Maret 2014

Sepak Terjang Diplomasi Takhta Suci



Beato Paus Yohanes Paulus II dan Paus Emeritus Benediktus XVI Berbicara di Forum PBB
Kontribusi  pelayanan diplomatik Takhta Suci bagi perdamaian dunia sesungguhnya sedikit terangkat di media. Namun demikian, kontribusi-kontribusi tersebut sungguh nyata ada. Para imam-diplomat Takhta Suci memang dilatih memiliki sikap “diskresi” (kehati-hatian dalam berbicara) seperti St.Yosef, sehingga tidak akan membesar-besarkan pencapaian-pencapaian Korps Diplomatik Takhta Suci di media. Namun tetap saja, ada jejak-jejak samar pencapaian Korps yang terekam oleh media. Berikut kontribusi pelayanan Korps Diplomatik Takhta Suci yang luput dari perhatian dunia:
  
1.     Pada tahun 1983, Kardinal Antonio Samorè  membantu penyelesaian sengketa teritorial yang terjadi antara Argentina dan Chile. Atas jasanya, nama beliau dikukuhkan sebagai nama sebuah jalur pegunungan di daerah tersebut.

2.  Sedikit yang tahu, mengenai Uskup Agung Pablo Puente Buces, seorang mantan nuncio yang menjalankan perannya yang signifikan dalam mengakhiri perang sipil Lebanon (1975-1990) dengan menjangkau berbagai kelompok bersenjata dan para pemimpin partai Islam.

3.     Tahun 1978, para imam-diplomat Takhta Suci di bawah komando Paus Yohanes Paulus II, menjegah eskalasi “konflik Beagle” menuju perang antara Argentina dan Chile  yang memperebutkan tiga pulau kecil di ujung Amerika Selatan. Para imam-diplomat juga melakukan upaya damai di kawasan Kongo bagian timur dan Mozambique.

4.   Uskup Agung Bernardito Auza, nuncio untuk Haiti, memainkan peranan yang penting dalam pemulihan sumber daya negara tersebut setelah gempa bumi hebat yang melanda kawasan.

5.  Pada tahun 2007, ketika Uskup Agung Pietro Parolin, bertugas dengan pangkat diplomatik undersecretary, ia melakukan upaya keras untuk membebaskan 15 orang warga negara Inggris dari tawanan militer Iran di Semenanjung Arab. Dalam kasus ini, Takhta Suci merupakan satu-satunya mediator yang dinilai dapat bersikap netral oleh Iran.  Paus Benediktus XVI ketika itu mengirimkan surat pada pemimpin spiritual Iran, Ayatollah Khamenei memohon pembebasan para sandera. Kemudian, Duta Besar Iran untuk Takhta Suci, Mohammed Javad Faridzadeh, menerima surat dari Bapa Suci “dengan sukacita yang besar” dan langsung menyampaikannya ke Iran mengingat “kepentingan rohani yang dimiliki Takhta Suci di seluruh dunia”. Beberapa jam kemudian, Presiden Mahmoud Ahmadinejad membebaskan para sandera, dan menyebutkan pembebasan itu sebagai “hadiah” Paskah untuk Inggris –mirip dengan frasa yang digunakan dalam surat Paus, yang meminta “ucapan Paskah yang berkehendak baik”.  

6.     Uskup Agung Pietro Parolin juga menandai sepak terjang diplomasi Takhta Suci dengan penanganan masalah Timor Timur, konflik antara Ekuador dan Peru atas teritori Amazon yang menjadi sengketa kedua pihak. Takhta Suci juga mendesak komunitas internasional untuk menangani krisis Zaire.

7.     Pelayanan diplomatik Takhta Suci, yang dilakukan oleh Uskup Agung Pietro Parolin ketika menjabat sebagai nuncio untuk Venezuela juga berperan penting ketika pada tahun 2010, Presiden Hugo Chavez berupaya melakukan reviu mengenai hubungan negara dengan para Uskup. Uskup Agung Pietro Parolin juga dinilai berjasa mencegah memburuknya hubungan Venezuela dan Takhta Suci pasca meninggalnya Presiden Hugo Chavez.

Bahan bacaan dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar